Situs Judi Online dan Artikel Sex Indonesia terpercaya 2019

Senin, 22 Mei 2017

Habibie dan Detik-Detik Menegangkan Soeharto Lengser

Habibie dan Detik-Detik Menegangkan Soeharto Lengser


Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie saat itu tengah mempersiapkan materi laporan untuk Presiden Soeharto. Sekitar pukul 17.00 WIB, 20 Mei 1998, tiba-tiba ajudannya, Kolonel (AL) Djuhana mendatangi ruangan dan melaporkan bahwa Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita meminta bicara melalui telepon.

Dikutip dari Detik-Detik yang Menentukan, buah karya Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie, percakapan melalui sambungan telepon pun berlangsung. Ginandjar menyampaikan bahwa 13 menteri di bawah koordinasinya tidak lagi bersedia duduk dalam kabinet reformasi. Namun, mereka siap merampungkan tugas sebagai anggota Kabinet Pembangunan VII hingga Kabinet Reformasi terbentuk.

"Apakah Anda sudah bicarakan dengan Bapak Presiden?" tanya Habibie kala mendengar laporan tersebut. 

"Belum, tetapi keputusan itu sudah ditandatangani bersama sebagai hasil rapat kami di Bappenas dan sudah dilaporkan secara tertulis kepada Bapak Presiden melalui Tutut, putri tertua Pak Harto." Demikian jawaban dari Sekretaris Koordinator Harian Golkar tersebut.

Usai menerima laporan Ginandjar, Habibie lantas meminta sang ajudan tak mengganggunya lagi. Namun, sekitar pukul 17.45 WIB, ajudan itu kembali melaporkan bahwa Menteri Keuangan Fuad Bawazier ingin menyampaikan sesuatu yang penting.

"Apakah isu yang berkembang bahwa Pak Habibie bermaksud mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden, benar?" tanya Fuad dari ujung telepon kepada Habibie.

"Isu itu tidak benar. Presiden yang sedang menghadapi permasalahan multikompleks, tidak mungkin saya tinggalkan. Saya bukan pengecut!" tegas Habibie.

Bahas Kabinet Reformasi

Sekitar selepas magrib, Habibie meluncur ke Cendana, Jakarta Pusat. Kedatangannya ke kediaman Presiden untuk bersama-sama mengecek ulang nama-nama anggota Kabinet Reformasi yang akan dibentuk.

Habibie dan Soeharto bertemu di ruang kerja presiden. Momen itu dimanfaatkan Habibie untuk mengusulkan beberapa perubahan terkait perbedaan pandangan beberapa nama.

Perbedaan itu memunculkan perdebatan yang tak menemui titik temu. Habibie lantas mempersilakan Soeharto memutuskan yang terbaik karena penyusunan anggota kabinet merupakan hak prerogatif presiden.

Setelah kabinet reformasi terbentuk, Soeharto memanggil Menteri Sekretaris Negara, Saadilah Mursyid untuk segera membuat Keputusan Presiden mengenai Susunan Kabinet Reformasi. Nama-nama pembantu presiden itu dijadwalkan diumumkan Kamis, 21 Mei 1998 oleh presiden dan wakilnya di Istana Merdeka, Jakarta.

Selanjutnya, pada Jumat 22 Mei l998, anggota Kabinet Reformasi dilantik Presiden Soeharto yang didampingi Wakil Presiden. Semuanya agar dipersiapkan sesuai prosedur yang berlaku. Demikian instruksi Presiden Soeharto.

Usai mendapat instruksi, Saadilah langsung bergegas meninggalkan ruang kerja presiden. Soeharto dan Habibie masih bercengkerama di ruangan sambil ditemani secangkir teh. Di tengah perjamuan itu, Soeharto menyampaikan rencana akan mengundang pimpinan DPR/MPR datang ke Istana pada Sabtu, 23 Mei 1998.

Informasi itu disambut Habibie dengan suka cita. Dia menyampaikan momen ini sudah lama dinantikan. Pimpinan DPR/MPR ingin langsung menyampaikan pendapat mengenai kehendak rakyat. Begitu pula mengenai keadaan di lapangan yang sedang berkembang dan berubah tiap detik.

Namun, tampaknya ucapan wakilnya itu tidak didengarkan presiden. Soeharto lantas menyatakan bahwa dirinya akan mengundurkan diri sebagai presiden setelah Kabinet Reformasi dilantik. Pengunduran itu akan disampaikan kepada kepada Pimpinan DPR/MPR.

Mendengar pernyataan Soeharto, Habibie sesaat terdiam, dengan harapan mendapat penjelasan mengenai alasan presiden mundur serta pertanyaan lainnya. Namun, ternyata harapan itu tak terealisasi. Akhirnya dengan memberanikan diri Habibie bertanya, "Pak Harto, kedudukan saya sebagai Wakil Presiden bagaimana?"

Soeharto spontan menjawab, "Terserah nanti. Bisa hari Sabtu, hari Senin, atau sebulan kemudian, Habibie akan melanjutkan tugas sebagai Presiden."

Jawaban Soeharto itu sungguh di luar dugaan Habibie. Segera muncul dalam pikirannya, bukankah kevakuman dalam pemerintahan tidak boleh terjadi? Jika demikian yang dikehendaki Soeharto, tidak kah hal itu tidak sesuai dengan UUD '45 dan Ketetapan MPR?

Setelah bersalaman dan berpelukan dengan Soeharto, Habibie segera meninggalkan ruang kerja presiden dengan perasaan yang tak menentu dan pikiran yang dipenuhi tanda tanya.

Share:
Keluarga Besar Marga Sun. Diberdayakan oleh Blogger.

Breaking News

KAMI MENYEDIAKAN GAME LIVE CASINO TERBARU DI https://bit.ly/2pLGSsO SILAHKAN DAFTAR YA.. SALAM KEMENANGAN YA BOSKU

Arsip Blog

SABUNG AYAM