Situs Judi Online dan Artikel Sex Indonesia terpercaya 2019

Jumat, 22 April 2016

Tangis Cengeng Sang Pemutilasi


Tangis Cengeng Sang Pemutilasi


Rabu 20 April 2016 malam, suasana rumah makan Padang di Jalan Raya Mastrip No 9-11 Karangpilang, Surabaya tiba-tiba menjadi gaduh dan tegang.

Agus yang tengah mencari temanya di restoran khas masakan Padang itu tiba-tiba panik. Emosi pria yang mengenakan kaos putih dan celana corak militer itu pecah, saat sadar keberadaannya terendus polisi.

Pria bernama asli Kusmayadi itu menangis tersedu-sedu sambil memeluk tubuh seorang penyidik yang merangkul bahunya. Ia pasrah, tak melawan saat jajaran Reskrimum Polda Metro Jaya menangkapnya.

Bahkan, ketika penyidik menanyai apa saja barang yang dibawanya ke restoran tersebut, Agus menjawab pelan sambil terisak. Pria 31 tahun yang juga akrab dipanggil Petrus itu tampak ketakutan.

Penangkapan ini disaksikan langsung dua pegawai restoran ini, masing-masing perempuan dan laki-laki. Keberadaan Agus diketahui aparat, setelah ada warga yang memberikan informasi melalui telepon.

Penangkapan ini dipimpin langsung Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti, beserta Kepala Subdit Jatanras Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan.

Jejak Agus terendus penyidik berdasarkan keterangan dari saksi kunci Eri, yang tak lain anak buah bapak satu anak itu di tempat dia bekerja di restoran Gumarang, Cikupa, Tangerang.

Agus diduga pemutilasi Nur Astiyah atau Nuri, wanita hamil tujuh bulan di kamar kosnya, Jalan Haji Malik, Kampung Telaga Sari, RT 12 RW 01, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten.

Sebelum terjadi pembunuhan ini, keduanya memang tinggal serumah sejak Agustus 2015. Selama itu pula keduanya sering cekcok. Nuri kerap meminta uang jatah bulanan dan meminta kejelasan hubungan kepada Agus.

Polisi menyebutkan adanya motif sakit hati dalam pembunuhan ini. Nuri yang disebut-sebut istri sirinya itu, meminta Agus segera melamar kepada orangtuanya di Banten.

Lantaran menolak, Nuri pun kesal dan mendorong Agus, hingga pria itu gelap mata. Agus memiting dan membanting perempuan yang sudah tinggal serumah selama sebulan itu, hingga meninggal.

Pada 10 April 2016 menjadi hari pembunuhan keji ini, persisnya pada pukul 10.00 WIB. Malam harinya, sekitar pukul 19.30 WIB, terbersit dipikiran Agus untuk menghilangkan jejak Nuri dengan cara mutilasi.

Pria Flamboyan

Kepada penyidik, Agus menceritakan perjalanan cintanya bersama Nuri. Dia mengaku bujangan saat mencuri hati Nuri. Perempuan 34 tahun itu pun jatuh ke pelukannya.

Perjalanan cinta mereka bermula saat mereka bertemu pada Juli 2015 di Rumah Makan Gumarang. Agus menjadi pimpinan rumah makan itu, sementara Nuri sebagai kasir.

Perkenalan mereka berlanjut. Namun dalam perjalanannya, Nuri dipindah tugaskan di Rumah Makan Gumarang, Taruna Cikupa, Banten. Walau berbeda tempat kerja, keduanya tetap berhubungan melalui telepon.

Dua bulan kemudian, atau sekitar Bulan Agustus, keduanya bertemu di rumah makan cepat saji di Citra Raya, Cikupa. Dari pertemuan itu, Agus mengakui bahwa dia belum berumah tangga.

Keduanya lalu sepakat untuk hidup bersama dan menyewa kamar kontrakan di Jalan Haji Malik, dekat Pasar Cikupa, tepatnya di Kampung Telaga Sari, RT 12 RW 01.

Perjalanan cinta Agus tak hanya dengan Nuri. Dia memang dikenal flamboyan alias suka menebar pesona kepada kaum hawa. Hal ini terbukti saat dia kabur ke Surabaya sebelum akhirnya tertangkap.

Selama di Surabaya, Agus disebut-sebut sembunyi di rumah sang pacar. Bukan hanya satu, Agus dikenal memiliki banyak pacar di berbagai daerah.

"Bukan cuma satu, ada banyak itu. Itu orang banyak pacarnya," kata Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti,sembari geleng kepala saat tiba di Terminal 2F Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis 21 April 2016.

Tak heran, selama sepekan pelarian di Surabaya, Agus masih bisa makan dan melakukan aktivitas sehari-hari. Padahal dia tidak memegang uang ataupun memiliki pekerjaan. Dia hanya mengandalkan belas kasihan teman dekatnya itu.

Selain lihai memikat hati kaum hawa, Agus juga diduga pshycho atau mengidap sakit jiwa. Di sela-sela penangkapan kepolisian, dia malah mengaku beruntung bisa bertemu Krishna Murti, karena sering muncul di televisi.

"Dia bilang sering lihat saya di TV 'Beruntung bisa foto bareng Pak KM sekarang', pshycho juga nih orang," cuit Krishna dalam akun @KRISHNAMURTI_91, Kamis 21 April 2016 pukul 02.00 dini hari.

Gelisah

Pengakuan berbeda diakui istri Agus, Tuti Agustina. Perempuan 30 tahun itu mengakui selama sembilan tahun berumah tangga dan dikaruniai seorang anak, Agus tidak pernah bertindak kasar.

"Suami saya pria bertanggung jawab. Jangankan mukul atau menampar, mengeluarkan kata kasar sama saya dan anak pun enggak pernah," ucap Tuti di Bogor, Jawa Barat, Kamis 21 April 2016.

Saat kabar penangkapan sampai di telinganya, pun Tuti merasa gelisah. Maklum, sebagai istri yang sah, dia masih memiliki ikatan batin dengan Agus.

Kendati, Tuti mengaku pasrah dan merelakan suaminya jika harus dihukum berat, apabila terbukti melakukan perbuatan keji. Perempuan 30 tahun itu menyerahkan sepenuhnya kasus pembunuhan ini kepada pihak berwenang.

"Dia mesti mempertanggungjawabkan perbuatannya. Saya dan keluarga masih kaget kalau suami bisa berbuat separah itu," kata Tuti.

Sempat terlintas dalam benak Tuti, untuk meminta cerai kepada suaminya, karena menghabisi nyawa seorang wanita yang diduga memiliki hubungan khusus dengan suaminya.

"Sampai saat ini saya masih tetap menjadi istri sah Kusmayadi. Tapi entah nanti kalau dia menjalani hukuman yang sangat lama," pungkas Tuti.

REPOST BY: RAJAPOKER88

Share:
Keluarga Besar Marga Sun. Diberdayakan oleh Blogger.

Breaking News

KAMI MENYEDIAKAN GAME LIVE CASINO TERBARU DI https://bit.ly/2pLGSsO SILAHKAN DAFTAR YA.. SALAM KEMENANGAN YA BOSKU

Arsip Blog

SABUNG AYAM