Cerita Sex Gairah Tante Haus Seks
“Loh Tan, udah pulang ?, kirain siapa “ kataku sambil tersenyum kepadanya, namun tidak ada balasan
senyuman yang kudapat darinya, ia hanya melihatku dengan pandangan biasa saja, kemudian dari mulutnya
keluar kata-kata “Fan, kita pulang sekarang, kamu siap-siap, sekarang juga kita pulang”. Aku terdiam
sambil memandangnya, ada pertanyaan yang akan aku tanyakan kepadanya, namun sulit sekali aku
mengucapkannya, karena kulihat wajah Tante Mala sepertinya tanpa ekspresi dan tampaknya ingin aku
menurutinya tanpa banyak bertanya.
Aku bergegas merapikan bajuku, membereskan dandananku, tanpa banyak cakap, memeriksa seisi kamar takut-
takut ada yang tertinggal atau terlewatkan. Setelah memastikan semua beres, aku membantu membawa tas
kecil Tante Mala, mengatakan padanya bahwa semuanya telah siap, dan berjalan mengikutinya keluar.
Kuperhatikan Tante Mala, wanita cantik yang kukagumi, tampak bergegas melangkah. dengan dandanan baju
hitamnya yang seksi, dengan baju terusan yang berbelahan rendah, aku hanya meliriknya sekilas sambil
menelan ludah. Sambil melangkahkan kakiku, menuju areal pelataran parkir, banyak pertanyaan menghiasi
otakku.
Didalam mobil yang kukendarai, beliau juga tidak banyak cakap, hanya sesekali bergumam, memastikan apakah
mobil dalam keadaan laik jalan, sudah cek air, oli atau bensin cukup untuk digunakan sampai tujuan, dan
aku hanya menjawabnya juga ala kadarnya. Ada apa dengan Tante Mala, ia terlihat tidak seperti biasanya,
tidak ceria dan banyak tersenyum seperti Tante Mala yang kukenal selama ini. Apakah sebenarnya yang
terjadi ? apakah beliau saat ini sedang berada dalam posisi yang tidak mengenakkannya ? apa yang telah
terjadi saat aku mandi ? ataukah apa yang terjadi saat Tante Mala dan Om Herman dalam perjalanan pulang
dari kantor Om Herman ? Apakah Tante Sandra melabrak Om Herman kemudian berimbas kepada Tante Mala ?
Apakah Tante Mala mengetahui bahwa kami, aku dan Tante Sandra telah memergokinya berselingkuh dengan Om
Herman ? Lalu mengapa Tante Sandra tidak ikut kembali dengan kami ? ada apa dengannya ? masih banyak
pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu dipikiranku, namun tak ada keberanian dari diriku untuk bertanya
kepadanya.
Kulirik jam ditanganku, jam setengah delapan kurang, kalau perjalanan dari sini menuju kerumah sekitar
3,5 jam berarti kami akan tiba di rumah sekitar setengah sebelas, sedangkan perutku belum diisi sejak
siang tadi, duh.. bisa-bisa cacing didalam perutku ngamuk, karena belum mendapat upeti. Tante Mala
seperti mengerti akan pikiranku, beliau melihat aku melirik jam dan akhirnya mengajakku untuk nanti
mampir di salah satu rumah makan bila kami melewatinya.
Sejam perjalanan yang kami lewati dengan keheningan, dimalam ini lalu lintas cukup ramai, mungkin karena
bertepatan dengan weekend, sehingga banyak lalu lalang kendaraan dijalan yang kami lalui. Jarak dari
tempat kami tadi memang cukup jauh, melewati perkebunan, sawah dan beberapa kota kecil, akhirnya ketika
kami melewati sebuah kota yang cukup ramai, kami memutuskan untuk mencari rumah makan yang dirasa menurut
kami cukup enak, aman dan nyaman.
Akhirya kami memutuskan untuk berhenti disebuah restoran yang kelihatan cukup mewah, karena menurut Tante
Mala, tempat itu adalah tempat biasa ia makan, bila melewati kota ini. Memang kulihat tempat itu cukup
bagus, banyak mobil-mobil mewah terparkir disana, dan kulihat disebelahnya juga terdapat hotel yang cukup
bagus, mungkin kelas melati, namun cukup asri dan mewah untuk sekelas penginapan di kota kecil seperti
ini.
Kami makan di restoran itu tanpa banyak berbicara, sampai saat ini aku tidak berani untuk menanyakan apa
yang terjadi terhadapnya, aku hanya dapat mengira-ngira saja. Ada sedikit sesal dihatiku, mengapa Tante
Mala berselingkuh dengan Om Herman, aku sangat menyayangkannya, aku selalu memperhatikan gerak-geriknya
yang salah tingkah, beliau sepertinya saat ini agak sungkan kepadaku. Didalam hatiku ada kecurigaan,
sepertinya Tante Mala mengetahui bahwa aku memergokinya saat tadi Aku dan Tante Sandra berkunjung ke
Kantor Om Herman, mungkin Tante Sandra marah besar terhadap keduanya, sehingga Tante Mala berusaha
menghindari keduanya dengan mengajakku pulang cepat. Aku tersenyum getir, untungnya Tante Sandra telah
memuaskanku, memuaskan birahiku, sehingga setidaknya Om Herman telah membayar apa yang telah dilakukannya
terhadap Tanteku telah dibayar oleh istrinya.
Dasar aku memang sial, jarang pergi sama cewek cakep, sekalinya pergi dengan wanita cantik sexy didepanku
ini malah membuat aku grogi. Restoran yang kami datangi ini adalah restoran continental dengan berbagai
macam menu masakan luar negeri. Kulihat sekeliling sepertinya eksekutif-eksekutif yang berpakaian necis,
ganteng, dengan jas, dasi, sepatu mengkilap sedang makan malam disini, belum lagi kulihat, beberapa meja
dipenuhi dengan keluarga-keluarga kaya yang turut bersantap.
Sepertinya cuma aku aja yang berani tampil beda, berani malu beda dari yang lainnya, cuma kemeja lengan
pendek, dengan celana jeans belel, belum lagi muka yang lecek beminyak, yang membuat orang yakin, percaya
dan berani taruhan gede2an kalo aku berpenghasilan gak lebih dari UMR. Sialan. Dan yang membuatku grogi
adalah sepertinya semua mata memandang kami, Tante Mala yang berpenampilan cantik, sexy dengan berbelahan
dada rendah, membuat mata mereka sepertinya sebentar-sebentar kembali melirik kami, jelas ini membuat aku
semakin kikuk, jangan-jangan membuat mereka berpikir kalo aku ini adalah pembantunya, kuyaaaa.
Melihat menu restoran semakin membuat aku puyeng, makanan dengan bahasa yang tidak banyak kumengerti
semakin membuat aku bingung dalam memilih. Masa aku mau memilih gado-gado atawa karedok ? ada sih emang,
tapi bukannya itu nanti malah membuat mereka berpikir kalo aku biasa makan di emperor resto ? emperan
trotoar !. gak la yau..
Akhirnya setelah da..de.. do… aku dengan tegas menunjuk menu makanan jepang shashimi, dengan harapan itu
adalah makanan lezat khas jepang seperti di restorant cepat saji yang biasa aku lihat dibrosur2 yang
disodori oleh SPG cantik di depan mall-mall, yang biasanya aku comot walaupun mereka tidak menyodorkan ke
aku, (mungkin mereka menilai dari penampilanku yang dalam pikiran mereka aku gak bakal mampir, gak kuat
bayar, padahal sih iya, lah wong aku Cuma ngarep di brosur itu mereka naruh nama dan no telp yang bisa
aku kerjain, kali aja nyangkut… heheheh… !) .
Ada rasa kaget bercampur haru, kaget dan terperanjat ketika ternyata yang aku pesan adalah makanan ikan
mentah diiris-iris dengan dimasukkan ke bumbu cair yang bau dan rasanya seperti air cuka tumpah
dicomberan, dan terharu buat orang yang melihat aku salah mesen…. hiks. Terpaksa deh itu makanan aku
makan juga, walau diselingi oleh coca-cola. Sehingga nanti kalo orang tanya bagaimana rasa shasimi aku
akan cepat menjawabnya dengan jawaban “ikan mentah rasa coca cola” Hiks..
Kurang dari sejam kami selesai makan, tante Mala memberi isyarat padaku agar segera pergi untuk
melanjutkan perjalanan setelah selesai membayar. Aku mengikutinya melangkah, namun aku agak kaget kupikir
beliau akan menuju mobil untuk kami segera melanjutkan perjalanan menuju pulang, namun beliau malah
melangkah kedalam gedung hotel disebelah, beliau memberi isyarat kepadaku untuk mengikutinya. Aku hanya
memandangnya dan tanpa banyak bertanya aku bergerak mengikutinya.
“Fan, Tante agak pening nih, mungkin lebih baik kita menginap disini, besok aja kita melanjutkan
perjalanan, kalo dipaksakan tante bisa sakit nih”, katanya kepadaku seolah ingin meyakinkanku. Aku hanya
mengiyakannya, dan seakan bahwa ini tidak masalah buatku.
Setelah cekin dilobby, aku mengikutinya masuk kamar, jam menunjukkan kurang dari pukul 9 malam. Entah
karena aku juga capek, letih atau apa, menyimpan tas yang kuambil tadi sebelum dimobil kami masuk,
melemparkannya dan merebahkan diriku di ranjang, duh, pegel bener. Mengingat kejadian hari ini memang
cukup membuatku letih, ada tambahan tenaga setelah makan tadi, namun aktivitas hari ini cukup membuatku
menguras tenaga, kulihat tante mala, merebahkan dirinya di bangku yang tersedia dalam kamar, menyandarkan
kepalanya sambil memejamkan mata.
Beberapa saat kami terdiam, aku melangkah bangun menyalakan televisi yang berada didalam kamar,
menggunakan remote yang tersedia untuk mencari siaran yang kurasa enak ditonton dan kembali bermaksud
merebahkan diri kembali di ranjang, namun langkahku terhenti, kulirik Tante Mala, dan berkata “Tan, Tante
sakit ? tiduran aja dulu di ranjang, istirahat “ kataku, sambil melangkah mendekatinya. Tante Mala
membuka matanya sambil tetap memegangi keningnya, “Iya deh Fan, tante mala istirahat dulu” katanya sambil
bangun dan beranjak mendekati sisi tempat tidur.
Aku melihatnya, kami berganti posisi, kulihat beliau membaringkan tubuhnya di ranjang, menggunakan bantal
dikepalanya dan berusaha memejamkan mata, aku hanya terdiam melihatnya, entah apa yang harus kulakukan,
namun sepertinya aku dapat menduga apa yang terjadi padanya, mengalihkan pandangan darinya dan berusaha
fokus pada televisi yang aku tonton.
Beberapa lama kami terdiam seperti ini, aku seperti membayangkan kejadian tadi siang, persis seperti yang
dialami tante Sandra. Membuat perutku seperti mendesir, mengingat kejadian tadi siang dimana aku dan
Tante Sandra melakukan persetubuhan, kembali aku melirik Tante Mala, membayangkannya bersetubuh denganku,
dan ini membuat dedeku semakin tegang.
Berusaha menepiskan segala pikiran dari benakku, kembali memusatkan pikiran ke arah televisi, kulihat
tante Mala, bangun dari ranjang, dan memandangku sambil berkata, “Fan, tante mo mandi dulu ah, mungkin
nanti bisa lebih segar”, katanya. Aku memandangnya dan menganggukkan kepala seolah tak peduli namun
seakan memberi persetujuan, namun aku tetap memandang televisi di kamar itu.
Kulihat beliau mengambil sesuatu dari tasnya, mengeluarkan beberapa barang, menaruhnya dekat kaca yang
berada disisinya dan kemudian kulihat beliau melangkah ke arah pintu kamar mandi, sambil membawa sesuatu
seperti pakaian, memasuki kamar mandi, dan menutup pintunya. Duh, padahal aku mengharapkan kalo beliau
mandi dengan pintu terbuka seperti Tante Sandra.
Beberapa lama aku menunggunya mandi, sambil menonton televisi. Beliau keluar kamar mandi dengan muka
tampak segar melangkah keluar, mengenakan penutup pakaian seperti kimono, warna putih, dan yang mebuatku
deg-degan adalah, beliau mengenakan baju tersebut seperti tidak dikancing atau diikat pinggangnya dan
jelas membuat payudaranya seperti hendak mencuat keluar.
Berjalan melangkah ke arah meja berkaca disebelah ranjang tempat tidur, mematut-matutkan diri sejenak.
Kulihat beliau seperti mengambil sesuatu dari pinggiran meja tersebut, seperti strip obat, mengambil
beberapa kemudian memasukkan ke dalam mulutnya dan meneguknya dengan air yang telah tersedia disisi lain
meja itu. Aku memperhatikan dan Kemudian seperti tidak perduli ada diriku didekatnya, tanpa kuduga sama
sekali, beliau memelorotkan baju putih tersebut, membelakangi diriku. Namun hal itu malah membuatku
terbengong-bengong. Memang aku sering melihat dan memperhatikan Tante mala dalam keadaan polos tanpa
busana, namun biasanya hal itu tanpa beliau sadar bahwa aku ada didekatnya dan atau bila aku
mengintipnya, tapi kalau ini jelas beliau tahu aku ada disitu dan jelas-jelas melihatnya dari pantulan
kaca didepannya.
Entah, jelas hal ini membuat aku terkesima, memandangnya terus seperti itu mungkin akan membuat aku gelap
mata, berpikiran seolah-olah tante Mala memancing aku, merayu aku untuk menyetubuhinya, aku berusaha
memalingkan pandanganku darinya, berusaha menepis bayang-bayang kotor yang kian menguasai pikiranku.
Rambutnya yang agak ikal panjang, disisir kebelakang, kemudian dengan menggunakan cairan yang ada
didekatnya, mengusapnya ketelapak tangan, membasuhnya di rambut kepalanya, selanjutnya menyisir kembali
kebelakang, sesekali kedua tangannya diangkat kearah kepala, memegang kedua rambutnya, dan hal ini jelas
membuat kedua payudaranya seperti ditonjolkan keluar, seakan menyuruh aku untuk melihat, memegang dan
meminta aku untuk memuji-mujinya betapa indahnya kedua bukit kembar tersebut.
Sering aku berpikiran, bahwa selama ini aku selalu dikelililngi oleh wanita wanita cantik dengan badan
yang begitu indah, montok, putih, mulus dan tentu saja di anugrahi 2 buah bukit kembar yang juga montok,
besar dan dengan bentuknya yang menggiurkan, entahlah kadang aku heran apakah dengan aku yang jelek,
pendek, dengan tubuh yang pas-pasan ini selalu mendapat godaan yang rasanya sulit aku hindari.
REPOST BY: RAJAPOKER88